Kembalikan
aku pada cintaku yang pernah aku beri untukmu.
Kata-kata
cinta yang mengalir begitu saja, yang mudah tercipta begitu saja.
Aku
mabuk kepayang karena mu, mabuk cinta yang membuat diriku.
Kembalikan
lagi padaku seindah mawar ditaman
imam's right |
Senja
ini tak mampu mengalahkan langkahnya yang mulai lemah menyusuri
lembah-lembah hijau berbukit untuk mencapai gubuknya yang hampir
roboh. Andai bukan karena tanggung jawab yang ia emban yang telah
dibagikan oleh almarhum suaminya mungkin ia tak akan mau mengurus
ketiga anaknya. Namun, nalurinya sebagai seorang ibu memanggilnya,
bukan lagi karena wasiat bukan lagi karena kemanusiaan dan bukan lagi
karena pandangan orang lain. Ia rela berjalan jauh menempuh lembah
hijau berbukit ke ladang milik Wak Amru untuk bekerja jadi buruh
disana karena ia sangat sayang kepada ketiga anaknya.
Sejak
subuh
tadi Mak Asiah sudah mulai pekerjaannya memasak air, membangunkan
ketiga anaknya untuk sekolah, tidak semuanya. Hanya yang kedua dan
yang ketiga. Yang pertama Aminah sudah tidak lagi bersekolah, bukan
karena ia malas. Tetapi ia telah memilih untuk membantu Mak untuk
bekerja di perkebunan Wak Amru. Ia mengalah untuk kedua adiknya saja
Imam dan Hamid. Kakak beradik yang penurut dengan Mak dan Kak Aminah.
Mak sangat bangga kepada ketiganya. Kepada Aminah, meskipun tidak
lagi sekolah ia sangat bangga atas kebesaran hatinya. Usianya baru
enam belas tahun. Dan yang dua terakhir ini usianya masing-masing dua
belas dan delapan tahun. Sudah enam tahun mereka hidup berempat
karena kepala keluarga Abah Said meninggal karena sakit dada.
“Mak,
boleh nggak Imam ikut bekerja? Imam kasihan sama Mak, sudah terlalu
letih.” tanya Imam
Mak
tidak langsung menjawab, ia tersenyum. Beberapa detik sebelumnya ada
sedikit gurat sedih yang tak ingin ia perlihatkan kepada anaknya,
karena pertanyaan ini. “Orang bekerja sudah biasa letih, perlu
istirahat saja nanti juga letihnya hilang.” kata Mak Asiah
“Tapi
Mak, Mak kan
sudah banyak bekerja. Imam hanya ingin membantu saja, tidak usah
sekolah.” kata Imam lagi
“Imam,
anak Mak. Laki-laki yang tertua dikeluarga ini, Mak ingin kamu
menjadi panutan bagi Hamid. Jika kakak laki-lakinya tidak sekolah
darimana ia dapat motivasi supaya sekolah juga?” kata Mak “Mak
juga ingin kamu menjadi orang yang sukses bukan sekedar menjadi buruh
perkebunan milik Wak Amru. Mak ingin anak bujang Mak ini menjadi
panutan yang baik. Jadi tak usah kamu ikut bekerja, ya?”
Sejak saat itu Imam selalu lebih
giat untuk belajar, dan membantu pekerjaan rumah yang ia bisa.
Seperti keinginan Mak, supaya Hamid termotivasi untuk belajar. Tidak
hanya itu Imam sangat ingin menjadi Profesor Matematika. Mak Asiah
hanya ingin menjadikan anak-anaknya sukses meraih cita-cita mereka.
Sedangkan Kak Aminah gadis pendiam yang tegar itu juga menginginkan
hal yang sama, rasa terima kasihnya kepada Mak sangat besar. Aminah
sangat bangga dan bersyukur karena lahir dari rahim seorang ibu yang
kuat dan ikhlas. Sedangkan sikecil Hamid ia sudah mulai mengerti
mengapa Kak Aminah tidak sekolah dan motivasi Imam juga berhasil pada
dirinya cita-citanya adalah ingin menjadi insinyur pertanian.
Mak Asiah bangga, kepada mereka
semua. Seorang ibu yang dengan kasihnya dan keikhlasannya membela
ketiga anaknya. Membesarkan ketiga anaknya. Ditengah perjalanan
seusai duka itu, hampir saja ia bunuh diri karena tidak kuat. Namun,
ketiga anaknya yang menyelamatkannya dari buta mata hatinya.
Kebahagiaan
itu akan mengikutiku
dan
aku tidak akan berhadapannya dengannya, kami seiring dan diatas jalan
dan telapak yang sama
jika
ia tak kembali jangan salahkan siapa-siapa, lihatlah diri
dan
mawar yang indah ditaman itu kembali bermekaran
No comments:
Post a Comment