February 10, 2012

Lirih Dari Dalam Nurani

Seribu kali aku meminta ampun
Namun, lebih dari itu menghancurkan pertaubatan
Aku benar-benar gila

Seiring waktu berjalan
Dunia ikut berubah
Karena penghuninya
Keegoisan melanda
Keangkuhan meraja dan menghujam kelemahan manusia
Sehingga semakin  lama manusia terlihat membatu hatinya
Atau bahkan hatinya telah musnah
Bagai batu yang tiada berguna
Tiada guna untuk dijadikan pondasi
Hanya bergeming menunggu dimakan waktu

February 04, 2012

spring



Musim semi baru kembali setelah musim dingin yang terasa amat sangat dingin sampai seluruh tulangku melinu. Aku senang akan kehadirannya. Hidup baru dimusim yang baru akan kuuntai sedalam kalimat syahadat yang telah kuucapkan berbulan yang lalu. Keluargaku kini sudah menerimaku sebagai seorang muslim. Setiap kali yang kurasakan bukan lagi hal yang semu, aku tahu Allah selalu ada disetiap waktuku. Beribu jalan aku pernah tempuh, aku katakan sangat berat untuk meyusurinya dan aku telah mengetahui dan terbukalah jalan itu.
                “Mom, maaf aku baru bisa kembali hari ini” kataku kepada wanita paruh baya berambut pirang dihadapanku. Ia adalah ibuku, Marianne Walter, aku sangat menyayanginya meskipun kami telah berbeda iman aku tetap menyayanginya dan ia yang utama setelah Allah dan RasulNya.
“Ya, tidak apa. Kau pasti sangat sibuk dengan kuliahmu, ya kan?” tanyanya begitu sangat lembut suaranya.
Saat perubahan hidupku, ibukulah yang paling menentangku. Ia dan keluargaku sangat menentang karena mereka memandang image Islam sangat buruk. Dinegara kami, Islam sangat ditakuti dan identik dengan kekerasan tapi, tidak bagiku sejak kejadian yang menimpaku malam itu.
“Muhammad?” panggilnya terhadapku, ucapannya masih belum fasih melafalkan nama