May 29, 2012

The Dreaming


Kembalikan aku pada cintaku yang pernah aku beri untukmu.
Kata-kata cinta yang mengalir begitu saja, yang mudah tercipta begitu saja.
Aku mabuk kepayang karena mu, mabuk cinta yang membuat diriku.
Kembalikan lagi padaku seindah mawar ditaman

imam's right
Senja ini tak mampu mengalahkan langkahnya yang mulai lemah menyusuri lembah-lembah hijau berbukit untuk mencapai gubuknya yang hampir roboh. Andai bukan karena tanggung jawab yang ia emban yang telah dibagikan oleh almarhum suaminya mungkin ia tak akan mau mengurus ketiga anaknya. Namun, nalurinya sebagai seorang ibu memanggilnya, bukan lagi karena wasiat bukan lagi karena kemanusiaan dan bukan lagi karena pandangan orang lain. Ia rela berjalan jauh menempuh lembah hijau berbukit ke ladang milik Wak Amru untuk bekerja jadi buruh disana karena ia sangat sayang kepada ketiga anaknya. 
Sejak
subuh tadi Mak Asiah sudah mulai pekerjaannya memasak air, membangunkan ketiga anaknya untuk sekolah, tidak semuanya. Hanya yang kedua dan yang ketiga. Yang pertama Aminah sudah tidak lagi bersekolah, bukan karena ia malas. Tetapi ia telah memilih untuk membantu Mak untuk bekerja di perkebunan Wak Amru. Ia mengalah untuk kedua adiknya saja Imam dan Hamid. Kakak beradik yang penurut dengan Mak dan Kak Aminah. Mak sangat bangga kepada ketiganya. Kepada Aminah, meskipun tidak lagi sekolah ia sangat bangga atas kebesaran hatinya. Usianya baru enam belas tahun. Dan yang dua terakhir ini usianya masing-masing dua belas dan delapan tahun. Sudah enam tahun mereka hidup berempat karena kepala keluarga Abah Said meninggal karena sakit dada.
Mak, boleh nggak Imam ikut bekerja? Imam kasihan sama Mak, sudah terlalu letih.” tanya Imam
Mak tidak langsung menjawab, ia tersenyum. Beberapa detik sebelumnya ada sedikit gurat sedih yang tak ingin ia perlihatkan kepada anaknya, karena pertanyaan ini. “Orang bekerja sudah biasa letih, perlu istirahat saja nanti juga letihnya hilang.” kata Mak Asiah
Tapi Mak, Mak kan sudah banyak bekerja. Imam hanya ingin membantu saja, tidak usah sekolah.” kata Imam lagi
Imam, anak Mak. Laki-laki yang tertua dikeluarga ini, Mak ingin kamu menjadi panutan bagi Hamid. Jika kakak laki-lakinya tidak sekolah darimana ia dapat motivasi supaya sekolah juga?” kata Mak “Mak juga ingin kamu menjadi orang yang sukses bukan sekedar menjadi buruh perkebunan milik Wak Amru. Mak ingin anak bujang Mak ini menjadi panutan yang baik. Jadi tak usah kamu ikut bekerja, ya?”
Sejak saat itu Imam selalu lebih giat untuk belajar, dan membantu pekerjaan rumah yang ia bisa. Seperti keinginan Mak, supaya Hamid termotivasi untuk belajar. Tidak hanya itu Imam sangat ingin menjadi Profesor Matematika. Mak Asiah hanya ingin menjadikan anak-anaknya sukses meraih cita-cita mereka. Sedangkan Kak Aminah gadis pendiam yang tegar itu juga menginginkan hal yang sama, rasa terima kasihnya kepada Mak sangat besar. Aminah sangat bangga dan bersyukur karena lahir dari rahim seorang ibu yang kuat dan ikhlas. Sedangkan sikecil Hamid ia sudah mulai mengerti mengapa Kak Aminah tidak sekolah dan motivasi Imam juga berhasil pada dirinya cita-citanya adalah ingin menjadi insinyur pertanian.
Mak Asiah bangga, kepada mereka semua. Seorang ibu yang dengan kasihnya dan keikhlasannya membela ketiga anaknya. Membesarkan ketiga anaknya. Ditengah perjalanan seusai duka itu, hampir saja ia bunuh diri karena tidak kuat. Namun, ketiga anaknya yang menyelamatkannya dari buta mata hatinya.

Kebahagiaan itu akan mengikutiku
dan aku tidak akan berhadapannya dengannya, kami seiring dan diatas jalan dan telapak yang sama
jika ia tak kembali jangan salahkan siapa-siapa, lihatlah diri
dan mawar yang indah ditaman itu kembali bermekaran

No comments:

Post a Comment